Medan,Penamedia Ccs...........
Syahruddin Sianturi Wakil Ketua LSM LIFI Sumatera Utara ketika dimintai tanggapan nya tentang lemahnya penanganan kasus dugaan tindak pidana korupsi yang ditangani oleh kejatisu, dan mengatakan” masihkah Lembaga tersebut dipertahankan, atau berikan saja tanggung jawabnya kepada institusi penegak hukum lain untuk menanganinya” ujar Sianturi
Kasus dugaan korupsi yang dilakukan mantan Sekda Pemkab Tapsel Drs RHM HRP MM yang telah ditetapkan tersangka oleh institusi tersebut sampai saat berita ini di publikasikan masih belum mempunyai kepastian hukum, lantas yang menjadi pertanyaan rakyat sumut benarkah Kejatisu insitusi penegak hukum, dan sudah sejauh mana Kejatisu melakukan pengusutan terhadap kasus dugaan korupsi yang terjadi di Sumatara Utara. Dimana tanggung jawab personal yang ada didalam nya, apakah mereka hanya makan gaji buta demi mengatasnamakan penegakan hukum, dimana tanggung jawab mereka secara moral.
Maraknya kasus korupsi di Indonesia terutama Sumatera Utara dan adanya statement Presiden RI SBY yang mengatakan Sumatera Utara Provinsi nomor tiga terkorup ini menunjukkan betapa lemahnya sistim pengawasan yang dilakukan aparatur daerah dalam mengantisipasi untuk melakukan pencegahan sehingga kasus tersebut tidak terjadi.
Kejatisu yang diangap ujung tombak mampu melakukan pengusutan terhadap kasus-kasus korupsi sesuai tugas dan fungsi nya secara profesional ternyata hanya berlaku sebatas konsep. Pasal nya dari 133 kasus dugaan tindak pidana korupsi yang ditangani Kejatisu sejak tahun 2010 hingga kini belum satu persen pun kasus tersebut dapat terealisasi untuk ditetapkan menjadi tersangka (Barat)
Kasus dugaan korupsi yang dilakukan mantan Sekda Pemkab Tapsel Drs RHM HRP MM yang telah ditetapkan tersangka oleh institusi tersebut sampai saat berita ini di publikasikan masih belum mempunyai kepastian hukum, lantas yang menjadi pertanyaan rakyat sumut benarkah Kejatisu insitusi penegak hukum, dan sudah sejauh mana Kejatisu melakukan pengusutan terhadap kasus dugaan korupsi yang terjadi di Sumatara Utara. Dimana tanggung jawab personal yang ada didalam nya, apakah mereka hanya makan gaji buta demi mengatasnamakan penegakan hukum, dimana tanggung jawab mereka secara moral.
Maraknya kasus korupsi di Indonesia terutama Sumatera Utara dan adanya statement Presiden RI SBY yang mengatakan Sumatera Utara Provinsi nomor tiga terkorup ini menunjukkan betapa lemahnya sistim pengawasan yang dilakukan aparatur daerah dalam mengantisipasi untuk melakukan pencegahan sehingga kasus tersebut tidak terjadi.
Kejatisu yang diangap ujung tombak mampu melakukan pengusutan terhadap kasus-kasus korupsi sesuai tugas dan fungsi nya secara profesional ternyata hanya berlaku sebatas konsep. Pasal nya dari 133 kasus dugaan tindak pidana korupsi yang ditangani Kejatisu sejak tahun 2010 hingga kini belum satu persen pun kasus tersebut dapat terealisasi untuk ditetapkan menjadi tersangka (Barat)