Medan, Penamedia CCS - Kelapa sawit bukan tanaman asli Indonesia konon berasal dari Afrika Barat. Pada 1848, 4 biji tanaman kelapa sawit dibawa dari sana dan ditanam di Kebun Raya Bogor. Tanaman ini dikemudian hari ditanam di berhagai tempat di Indonesia termasuk Sumatera Utara. Botanist Belanda terkesan dengan keragaman tanaman kelapa sawit yang ditanam di Sumatera Utara sehingga tercetus ide untuk menanamnya sebagai tanaman komersial. Pada 1911. tanaman ini ditanam komersial di Pulo Raja ( Surnatera Utara) dan di Sei Liput. Ini menjadi milestone industri kelapa sawit Indonesia, pertama ditanam di lndonesia bahkan di dunia.
Saat ini Indonesia menjadi pemain terbesar kelapa sawit dunia. Luas areal yang diperkirakan menyentuh 8 juta ha akhir tahun ini, produksi minyak mentah diharapkan melebihi 22 luta ton dan lebih dari 16 juta ton akan diekspor ke mancanegara. Indonesia menguasai pangsa pasar sekitar 45% dari total produksi CPO dunia. Demikian diungkapkan oleh Joefly Bahroeny, Ketua Umum gabungan Pengusaha Kelapa Sawit (GAPKI ) pada saat Pembukaan Konferensi “Semarak 100 tahun industri kelapa sawit Indonesia” atau “Celebrating 100 Years Oil Palm industry in Indonesia” di Balai Sidang Tiara, Medan, 29 Maret 2011.
Bahkan Joefly Bahroeny yakin bahwa industri kelapa sawit Indonesia tetap berjaya dan menikmati jaman keemasannya di depan. Keyakinan kejayaan kelapa sawit ini beralasan mengingat industri ini tetap eksis sejak berdiri sejak 1911 lalu. Balaman Tarigan, Direktur Produksi PT Perkebunan Nusantara (PTPN ) IV menyatakan faktanya Kebun Pulo Raja dan Kebun Tanah Itam Ulu pada tahun 1911 (Keduanya dimiliki PTPN IV) yang menjadi awal berdirinya kebun kelapa sawit kornersia di Sumatera Utara masih produktif sampat sekarang, bahkan dengan tingkat produktivitas yang jauh lebih baik dari awalnya berdiri. Sumatera Utara menjadi pioner perkebunan kelapa sawit di Indonesia. Sumatera Utara boleh dikatakan sebagam Provinsi Kelapa Sawit karena menurut Dr. Tungkot Sipayung, pengamat ekonomi dari Institut Pertanian Bogor, kontribusi kelapa sawit sebesar 30% dalam PDRB (product domestic regional bruto) Sumatera Utara dan 40 % nilai ekspor Sumatera Utara berbasis kelapa sawit, dan multiplier effect industri ini sangat besar dalam sistem perekonomian Sumut. Demikian juga Dr. Donald Siahaan, peneliti senior agroindustri kelapa sawit menuturkan bahwa industri hilir terlengkap berada di Sumatera Utara : minyak goring, RBDPO, Olein, Stearin, asam lemak, fatty, alkohol, biodiesel, cocoa butter substitute, cocoa butter replacer, soapstock, sabun, margarin, shortening, palm kernel oil dan turunan, dll.
Mengingat pentingnya Sumatera Utara sebagai pioner industri Kelapa sawit di Indonesia, bahkan di dunia, GAPKI melalui cabangnya di Sumut, akan menggelar perhelatan Semarak 100 tahun kebun kelapa sawit komersial di Indonesia. Perhelatan akbar ini akan berlangsung sekitar 100 hari dan menjadi pesta masyarakat, tutur Balaman Tarigan, Ketua Umum GAPKI Sumut sekaligus Ketua Pelaksana. Beragam kegiatan akan digelar : turnamen olahraga antar kebun di 3 wilayah komisariat GAPKI Sumut, jalan pagi sehat, sampai seminar dan pameran sebagai puncak acara pada 28-30 Maret 2011 mendatang di Tiara Convention Center Medan. Kegiatan seni berupa lomba foto bertema “Sawit Sahabat Rakyat” akan mengabadikan peran sosial ekonomi sawit bagi masyarakat. Panitia juga akan mengkompilasi kegiatan Corporate Social
Responsibility (CSR) yang secara aktif dikerjakan para anggota GAPKI. Selain itu, sebuah studi yang dikerjakan para pakarkelapa sawit sedang dikerjakan untuk mendeskripsikan seberapa besar kontribusi kelapa sawit terhadap ekonomi dan lingkungan di Sumatera Utara. Timbas Ginting, sekretaris GAPKI Sumut menjelaskan, perhelatan ini akan menjadi sarana kampanye positif kepada masyarakat luas di dalam dan luar negeri tentang peran strategis kelapa sawit bagi Sumatera Utara secara khusus dan Indonesia secara umum, baik ekonomi, social, maupun lingkungan.
Pelaksanaan konferensi “Semarak 100 tahun kelapa sawit komersial di Indonesia” setidaknya dapat menjawab skeptisme berbagai pihak tentang masa depan industri kelapa sawit Indonesia memasuki abad ke-2 kehadiran industri ini di Indonesia. Memasuki abad kedua perkebunan Kelapa Sawit Indonesia ke depan, kita menghadapi tantangan baru yang memang lebih besar. Selain harus mempertahankan posisi sebagai produsen CPO terbesar dunia, kita perlu mempercepat pendalaman industri hilir Kelapa Sawit sehingga suatu saat kita mengekspor produk turunan dari CPO yang bernilai tambah tinggi. Untuk mempertahankan produksi CPO terbesar, produktivitas perkebunan Kelapa Sawit khususnya perkebunan rakyat harus kita tingkatkan.
Dalam kaitan dengan hal ini, Visi GAPKI beserta APKSINDO yang berusaha mengejar produktivitas TBS 35 ton/ha dengan rendemen 26% sangatlah tepat, demikian ungkap Dr. Bayu Krisnamurthi, Wakil Menteri Pertanian. Lebih lanjut Bayu mengatakan bahwa Visi 35-26 ini (artinya 35 ton TBS/tahun dan rendemen 26%) dicapai dengan mengimplementasi Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) yang pro-people, pro-planet, sekaligus, pro-profit. ISPO dicanangkan bukan untuk menyaingi Roundtable Substainabe palm Oil RSPO tetapi bahkan mengukuhnya konsep sustainahilit dalam konteks Indonesia. 007