Presiden Perjuangan Hukum dan Politik meminta Komisi Pemilihan Umum
Sumatera Utara harus berani bersikap tegas untuk menolak calon gubernur
(cagub) di provinsi itu yang terindikasi kasus korupsi.
“Dengan demikian, masyarakat Sumut tidak kecewa untuk kedua kalinya,” kata Presiden Perjuangan Hukum dan Politik (PHP) Aldian Pinem di Medan, hari ini.
Jika Komisi Pemilihan Umum Sumatera Utara (KPU Sumut), menurut dia, masih meloloskan lagi cagub Sumut yang terindikasi perbuatan korupsi, berarti KPU Sumut melakukan pengulangan berbuat dosa politik lagi. “Ini jelas akan dapat menimbulkan ketidak percayaan masyarakat kepada KPU sebagai pelaksana pemilihan umum kepala daerah dan wakil kepala daerah di Indonesia. Ke depan, KPU dapat direformasi melalui perubahan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum,” kata Pinem.
Kantor GubernurSumatera Utara “Dengan demikian, masyarakat Sumut tidak kecewa untuk kedua kalinya,” kata Presiden Perjuangan Hukum dan Politik (PHP) Aldian Pinem di Medan, hari ini.
Jika Komisi Pemilihan Umum Sumatera Utara (KPU Sumut), menurut dia, masih meloloskan lagi cagub Sumut yang terindikasi perbuatan korupsi, berarti KPU Sumut melakukan pengulangan berbuat dosa politik lagi. “Ini jelas akan dapat menimbulkan ketidak percayaan masyarakat kepada KPU sebagai pelaksana pemilihan umum kepala daerah dan wakil kepala daerah di Indonesia. Ke depan, KPU dapat direformasi melalui perubahan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum,” kata Pinem.
Ia mengatakan bahwa KPU Sumut jangan kehilangan tongkat yang kedua kali dalam menerima figur calon gubernur pada Pemilu Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Sumut 2013.
Sebelumnya, KPU Sumut meloloskan calon gubernur untuk Pemilu Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Sumut 2008 yang tersangkut kasus korupsi dan akhirnya dinonaktifkan karena ditahan penegak hukum. Dalam hal ini, kata dia, KPU Sumut telah melakukan dosa politik kepada mayarakat di daerah tersebut sebab meloloskan seleksi calon gubernur yang terindikasi korupsi pada waktu itu.
Walaupun duduk menjadi gubernur, ditahan penegak hukum. Kemudian, dinonaktifkan sehingga proposal atau konsep untuk membangun Sumut pada saat kampanye waktu itu menjadi gagal, katanya.
Ia lantas menjelaskan apa yang dimaksud dosa politik, yakni KPU telah melalaikan tanggung jawab moralnya yang mendapat honor dari uang rakyat dan kemudian menelantarkan Provinsi Sumut karena tidak ada gubernurnya karena ditahan sehingga pembangunan tidak terlaksana. “Tujuan untuk memperjuangkan masyarakat Sumut agar hidup makmur dan sejahtera telah terabaikan,” katanya menandaskan.
Presiden LSM PHP Aldian Pinem
Dikatakan Aldian Pinem, tidak terlaksananya proposal pembangunan karena gubernurnya ditahan adalah dosa politik KPU sebab masyarakat sangat kecewa karena pembangunan tidak terlaksana, baik untuk semua jalan di Sumut, pertanian, pariwisata/perikanan, perkebunan, pemberantasan kemiskinan, maupun peningkatan pendidikan. Bahkan, lanjut dia, semua yang harus dibangun tersebut tidak tidak terlaksana. Oleh karena itu, pihaknya meminta KPU jangan mengulangi lagi dosa politik meloloskan calon gubernur yang terindikasi korupsi.
Untuk menyaring calon gubernur yang mendaftarkan diri, KPU menyampaikan surat kepada kepolisian, kejaksaan, dan KPK, apakah nama yang bersangkutan ada diperiksa di instansi penegak hukum dan ke depannya nama yang bersangkutan tersebut hanya sebagai saksi atau dapat berubah. “Jika status hukum yang bersangkutan dapat berubah menjadi tersangka, KPU Sumut harus menolak (mencoret) ikut sebagai calon gubernur dengan payung hukum Pasal 9 dan Pasal 10 Peraturan KPU Nomor 68 Tahun 2009 tentang Pedoman Teknis Tata Cara,” ucap dia.
Menurut dia, jika diikutsertakan calon gubernur yang terindikasi korupsi, kemudian yang bersangkutan menang, tentu lawan politik yang kalah terus berjuang agar yang bersangkutan ditahan penegak hukum.(Yuli)