Samosir, Pena Media CCS.com
ONAN atau Pekan Pangururan Samosir, digelar setiap hari Rabu. Berbagai hasil bumi dan bahan pokok sehari-hari di onan / pekan musiman itu oleh antar pedagang dari berbagai tempat. Para konsumen tampak berbondong – bondong setiap Rabu belanja kebutuhan pokok keluarga yang didominasi kalangan ibu rumah tangga dan terkadang diwarnai konsumen turis lokal dan mancanegara.
“Nompang tanya dulu eda, dimana disini jual ayam kampung” ujar awak media ini kepada salah satu penjual sarapan lontong pagi, “oh..oh.. eda, lurus terus keujung sana, kalau aku lontongnya “maksudnya jual lontong”. Mendengar jawab tersebut CCS jadi tertawa sambil berlalu ke arah yang dituju.
Usai belanja kebutuhan sehari – hari, awak media ini mampir di satu kedai memesan satu piring mie goreng spesial, pinomat perubahan gizi. Baru saja menyantap mie goreng satu suap, tiba-tiba bahu awak media ini di colek ibu setengah baya, “siapa ya .. ?” tanya awak media ini sambil menoleh ke belakang. “Eda cepat kali lupa. Kitalah yang ketemu di pesta si Silva bulan lalu,” “oh… iya ya…” kataku mengingat, sambil menawarkan si eda bareng makan, “mauliate eda” jawabnya dengan bahasa Batak.
“Tampaknya eda sedikit kurus atau kali diet” gumamku menambah pembicaraan. “Diet di Hongkong…” ujarnya spontan “dan inilah korban makan hati eda” timpalnya lagi. “Ah.. yang benar eda” kataku lagi, “begini ceritanya da, saat aku menghadiri pesta perkawinan dari pihakku di Parapat baru-baru ini pulang agak terlambat, maklum menunggu kapal Ajibata Tomok agak lama, begitu juga angkot Tomok – Pangururan. Pendek cerita sampai aku di depan daun pintu rumah jam 22.00 WIB tiba-tiba ito mu (maksudnya suaminya) kontan mencak-mencak berkata “kalau kepihakmu encer kali otakmu mendatangi, walau ke seberang tao sana, tetapi bila pihakku datang ke rumah (maksudnya mertua si eda) langkah mu pulang lambat bagai jalan pengantin,” akhirnya aku masuk kamar dan menangis. Perkataan tersebut mengiang-ngiang dalam hati hingga kiloku drastis kurang 4 kg eda dan rasanya pikiranku berkata “patar dope naholomi” (artinya terang masih yang gelap itu)”, ujarnya mengakhiri pembicaraan. (S.Na70)
“Tampaknya eda sedikit kurus atau kali diet” gumamku menambah pembicaraan. “Diet di Hongkong…” ujarnya spontan “dan inilah korban makan hati eda” timpalnya lagi. “Ah.. yang benar eda” kataku lagi, “begini ceritanya da, saat aku menghadiri pesta perkawinan dari pihakku di Parapat baru-baru ini pulang agak terlambat, maklum menunggu kapal Ajibata Tomok agak lama, begitu juga angkot Tomok – Pangururan. Pendek cerita sampai aku di depan daun pintu rumah jam 22.00 WIB tiba-tiba ito mu (maksudnya suaminya) kontan mencak-mencak berkata “kalau kepihakmu encer kali otakmu mendatangi, walau ke seberang tao sana, tetapi bila pihakku datang ke rumah (maksudnya mertua si eda) langkah mu pulang lambat bagai jalan pengantin,” akhirnya aku masuk kamar dan menangis. Perkataan tersebut mengiang-ngiang dalam hati hingga kiloku drastis kurang 4 kg eda dan rasanya pikiranku berkata “patar dope naholomi” (artinya terang masih yang gelap itu)”, ujarnya mengakhiri pembicaraan. (S.Na70)