Medan, Penamediaccs.com
Direktur Operasional (Dirops) PT. Mapna Co. M. Bahalwan, tak lagi mengancam mengajukan sita pidana kepada Jaksa Penuntut Umum terhadap dua mesin Flame Turbine.
“ Bukan begitu bahasanya, malah Justru saya mau menolong orang medan kok. Kalau Medan mau menambah mesin dan saya dapat intruksi saya suap hari ini (kemarin, red) menambah dua mesin lagi,” ungkapnya kepada wartawan, usai menjalani sidang kasus dugaan korupsi pengadaan mesin Life Time Extention (LTE) Major Overhouls Gas Turbine (GT) 2.1 dan 2.2 PLTGU sektor Pembangkit Balawan, dipengadilan Tipikor, kawasan gedung Pengadilan Negeri (PN) Medan, Selasa (3/6) siang.
Ia juga terlihat mengeluarkan statemen. Bahkan, ia bersedia membantu warga kota Medan agar tidak lagi mengalami pemadaman arus listrik secara bergilir.
“kalau cerita sita pidana itu, jangan salah. Saya tidak mau melakukan itu,” tuturnya sambari meninggalkan gedung PN Medan.
Sebelumnya, Bahalwan mengancam akan melakukan sita pidana terhadap mesin milik PT Mapna Indonesia yang sekarang digunakan di belawan, jika ia tetap ditahan dan tidak diberikan penangguhan penahanan kota.”Mesin-mesin disini (belawan,red) milik saya dan satu pun belum ada yang dibayar. Mesin itu kapasitasnya 145 MW. Jika saya melakukan sita pidana terhadap 2 mesin itu Medan akan mati (gelap). Saya tidak mau diajak nyolong, sedikitpun tidak ada uang haram mengalir ke saya,” tegasnya.
Ia juga berencana melawan dalam persidangan. Apalagi pihak PLN belum melunasi proyek yang sudah dikerjakannya itu, menurutnya, masih ada lagi sebanyak 145 Mega Watt (MW) dikali 2 mesin yang belum dibayarkan pihak PLN kepada dirinya selaku rekanan. Jika dinominalkan US$ 1,5 Juta.
“kali kan saja berapa lagi yang belum dibayar itu ke saya. Padahal, sampai sekarang mesin (proyek gas turbin) saya masih dipakai di sana (Belawan). Kenapa Kota medan ini bisa terang sekarang, karena mesin saya itu yang dipakai. Jadi kenapa saya sekarang ditahan, saya akan sita pidana mesin saya itu. Saya akan minta kembali, kalau saya sita mesin itu, maka Medan akan gelap gulita,” sebutnya dengan nada tinggi.
Dalam persidangan kali ini, bahalwan bersama tiga karyawan lainnya, yakni terdakwa Rodi Cahyawan (karyawan PT. PLN) dan Supra Dekanto ( Direktur Produksi PT. Dirgantara Indonesia/mantan Direktur Utama PT Nusantara Turbin) menjalani sidang di persidangan, terungkap adanya persengkongkolan antara PT. PLN dengan PT. Mapna Indonesia, pasalnya terbukti dari fakta keberadaan lisensi PT. Mapna Indonesia, yang mana dalam pemilihan langsung PT. PLN memenangkan PT. Mapna Co, Namun pengaliran dana pembayaran dibayar ke rekening M. Bahalwan selaku Direktur PT. Mapna Indonesia.
“Hal ini sudah menyalahi aturan, tender dimenangkan PT. Mapna Co, tapi kontrak amandemen diubah sehingga pengucuran dana pembayaran dibayarkan ke PT. Mapna Indonesia, yang lisensinya baru dibuat setelah kontrak dilakukan dengan PT. Mapna Co, indikasi persengkongkolannya sudah sangat jelas, pengerjaan milik PT Mapna Co tapi yang dibayar Mapna Indonesia,” ujar JPU Malem Ingen Purba.
Atas dasar itu, terdakwa dijerat pasal 2 ayat (1) atau pasal 3 jo. Pasal 189 ayat (1) UU tindak pidana korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) KUHP Pidana dengan tuduhan merugikan negera Rp. 2.344.777.441.537. Khusus Bahalwan, selain dijerat dengan pasal 2 ayat (1) atau pasal 3 jo. Pasal 18 ayat (1) UU Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) KUHP pidana, Bahalwan dijerat pasal 5 ayat (1) tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
Menanggapi hal itu, Ketua Kuasa Hukum terdakwa PLN Pembangkit Listrik Sumbagut, Todung Mulya Lubis, menilai dakwaan Jaksa terhapat sejumlah tenaga ahli PLN tidak berdasar. Diakuinya, pemilihan langsung dimenangkan oleh Mapna Co. dalam hal ini Mapna Indonesia merupakan rekanan atau cabangnya di Indonesia, sehingga sah-sah saja jika lisensinya baru dibuat setelah adanya perjanjian.”Dalam kerjasama bisnis hal ini merupakan sesuatu yang lumrah, dan sudah mendapat persetujuan dari direksi. Dalam kasus ini tidak ditemukan peraturan perundang-undangan yang dilanggar, bahkan kerugian negara juga tidak ada. Sebab, pekerjaan tidak ada yang menggunakan dana APBN, tetapi seluruhnya menggunakan anggaran internal PLN,”tandasnya.(ccs.com)
Direktur Operasional (Dirops) PT. Mapna Co. M. Bahalwan, tak lagi mengancam mengajukan sita pidana kepada Jaksa Penuntut Umum terhadap dua mesin Flame Turbine.
“ Bukan begitu bahasanya, malah Justru saya mau menolong orang medan kok. Kalau Medan mau menambah mesin dan saya dapat intruksi saya suap hari ini (kemarin, red) menambah dua mesin lagi,” ungkapnya kepada wartawan, usai menjalani sidang kasus dugaan korupsi pengadaan mesin Life Time Extention (LTE) Major Overhouls Gas Turbine (GT) 2.1 dan 2.2 PLTGU sektor Pembangkit Balawan, dipengadilan Tipikor, kawasan gedung Pengadilan Negeri (PN) Medan, Selasa (3/6) siang.
Ia juga terlihat mengeluarkan statemen. Bahkan, ia bersedia membantu warga kota Medan agar tidak lagi mengalami pemadaman arus listrik secara bergilir.
“kalau cerita sita pidana itu, jangan salah. Saya tidak mau melakukan itu,” tuturnya sambari meninggalkan gedung PN Medan.
Sebelumnya, Bahalwan mengancam akan melakukan sita pidana terhadap mesin milik PT Mapna Indonesia yang sekarang digunakan di belawan, jika ia tetap ditahan dan tidak diberikan penangguhan penahanan kota.”Mesin-mesin disini (belawan,red) milik saya dan satu pun belum ada yang dibayar. Mesin itu kapasitasnya 145 MW. Jika saya melakukan sita pidana terhadap 2 mesin itu Medan akan mati (gelap). Saya tidak mau diajak nyolong, sedikitpun tidak ada uang haram mengalir ke saya,” tegasnya.
Ia juga berencana melawan dalam persidangan. Apalagi pihak PLN belum melunasi proyek yang sudah dikerjakannya itu, menurutnya, masih ada lagi sebanyak 145 Mega Watt (MW) dikali 2 mesin yang belum dibayarkan pihak PLN kepada dirinya selaku rekanan. Jika dinominalkan US$ 1,5 Juta.
“kali kan saja berapa lagi yang belum dibayar itu ke saya. Padahal, sampai sekarang mesin (proyek gas turbin) saya masih dipakai di sana (Belawan). Kenapa Kota medan ini bisa terang sekarang, karena mesin saya itu yang dipakai. Jadi kenapa saya sekarang ditahan, saya akan sita pidana mesin saya itu. Saya akan minta kembali, kalau saya sita mesin itu, maka Medan akan gelap gulita,” sebutnya dengan nada tinggi.
Dalam persidangan kali ini, bahalwan bersama tiga karyawan lainnya, yakni terdakwa Rodi Cahyawan (karyawan PT. PLN) dan Supra Dekanto ( Direktur Produksi PT. Dirgantara Indonesia/mantan Direktur Utama PT Nusantara Turbin) menjalani sidang di persidangan, terungkap adanya persengkongkolan antara PT. PLN dengan PT. Mapna Indonesia, pasalnya terbukti dari fakta keberadaan lisensi PT. Mapna Indonesia, yang mana dalam pemilihan langsung PT. PLN memenangkan PT. Mapna Co, Namun pengaliran dana pembayaran dibayar ke rekening M. Bahalwan selaku Direktur PT. Mapna Indonesia.
“Hal ini sudah menyalahi aturan, tender dimenangkan PT. Mapna Co, tapi kontrak amandemen diubah sehingga pengucuran dana pembayaran dibayarkan ke PT. Mapna Indonesia, yang lisensinya baru dibuat setelah kontrak dilakukan dengan PT. Mapna Co, indikasi persengkongkolannya sudah sangat jelas, pengerjaan milik PT Mapna Co tapi yang dibayar Mapna Indonesia,” ujar JPU Malem Ingen Purba.
Atas dasar itu, terdakwa dijerat pasal 2 ayat (1) atau pasal 3 jo. Pasal 189 ayat (1) UU tindak pidana korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) KUHP Pidana dengan tuduhan merugikan negera Rp. 2.344.777.441.537. Khusus Bahalwan, selain dijerat dengan pasal 2 ayat (1) atau pasal 3 jo. Pasal 18 ayat (1) UU Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) KUHP pidana, Bahalwan dijerat pasal 5 ayat (1) tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
Menanggapi hal itu, Ketua Kuasa Hukum terdakwa PLN Pembangkit Listrik Sumbagut, Todung Mulya Lubis, menilai dakwaan Jaksa terhapat sejumlah tenaga ahli PLN tidak berdasar. Diakuinya, pemilihan langsung dimenangkan oleh Mapna Co. dalam hal ini Mapna Indonesia merupakan rekanan atau cabangnya di Indonesia, sehingga sah-sah saja jika lisensinya baru dibuat setelah adanya perjanjian.”Dalam kerjasama bisnis hal ini merupakan sesuatu yang lumrah, dan sudah mendapat persetujuan dari direksi. Dalam kasus ini tidak ditemukan peraturan perundang-undangan yang dilanggar, bahkan kerugian negara juga tidak ada. Sebab, pekerjaan tidak ada yang menggunakan dana APBN, tetapi seluruhnya menggunakan anggaran internal PLN,”tandasnya.(ccs.com)